Jangan Cemburu, Aku pun Rindu Padamu

Aku masih saja terpesona dengan wajahmu yang merona tatkala aku tiba kemarin. Tercetak jelas rasa kangen pada garis tipis yang beranak-pinak di wajahmu. Laksana sungai, sedangkan bibirmu adalah pantai. Tempat engkau memasang rembulan jingga di cakrawalanya. Disana pula tempat aku menepikan luka hingga kau syairkan munajatmu pada Tuhan Yang Maha Romantis, agar aku memiliki sedikit sikap manis padamu. Tempat berlabuhnya segala tembang tentang wejangan hidup, agar aku menundukkan kepala sedikit, mengusir ego dan meneladani siapa siapa yang kau anut.

Pernah kau bertanya padaku, “Apa kau punya kekasih di perantauanmu, hingga kau sangat betah tinggal disana?”
Aku tertawa terbahak-bahak. Kita tidak pernah berdiskusi soal begini sebelumnya. Aku paham. Kau sedang cemburu, bukan?

Ketertundaanku pulang bukan karena itu, sayang. Lantas aku terpaksa memutar jarum arlojiku 2 X 24 jam ke depan? Bukan…

Maafkan aku.. terlalu lama aku meninggalkanmu. Mungkin kau lelah juga, ya. Do’amu untuk segera melihatku dijawab Tuhan dengan lama. Kalau jarakku dan jarakmu hanya seperti rumah dan Wartel Sidojoyo, aku akan pulang setiap hari. Pun kalau jarak kita katakanlah seperti rumah dan Tuk Bimolukar di Dataran Tinggi Dieng sana, aku pastikan, kau tidak akan lama menantiku kembali.

Tapi untuk pulang, atau kembali ke tempatku merantau, aku perlu waktu hampir seperempat hari. Kau pikir aku malas? Tidak. Aku menikmati saat-saat berharga itu. Menenteng tas punggung, duduk di dekat jendela, mendengar suara seniman jalanan, membeli tahu asin dua ribuan… Ah berkesan sekali ternyata. Apalagi sambil bermesra dengan bayangmu..

Jangan cemburu, aku pun rindu padamu, ibu.. ♥

Yang Fana Adalah Waktu

Senyum semanis gulali yang kau tawarkan padaku apakah akan terus kukecap sampai nanti. Candamu yang berisik serupa tawon berkerubut apakah akan terus aku dengar sampai nanti.

Ada saat ketika waktu tidak lagi memberi kesempatan pada masing-masing kita untuk sekedar menanyakan apa kabar.

Jangan dulu Tuhan. Adakah Kau merasakan itu terlalu cepat untukku. Bisakah sejenak Kau tangguhkan, dan mungkin... emm... hentikan waktu untukku.

Tuhan. Aku selalu saja ingin berkata seperti ini: Yang fana adalah waktu. Kita abadi.



Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
Memungut detik demi detik, merangkainya menjadi bunga
Sampai pada suatu hari
Kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
Tanyamu.
Kita abadi.

-Sapardi Djoko Damono-
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982

Pilihan Terbaik


Pernahkah kau merasa hatimu gundah karena apa yang kau inginkan tidak juga tercapai?
Atau pernahkah kau merasa Tuhan memberikanmu hal lain, bukan seperti apa yang kau pinta?

Aku juga pernah merasakannya.. 

Dulu, dua tahun lalu. Cita-citaku selepas bangku SMA waktu itu adalah menjadi seorang dokter gigi. Ahaaii... bukan perkara mudah bagiku.. Pertama, gagal di SNMPTN Undangan, kedua ditolak di SNMPTN Tulis.. Ah.. rasanya sesak sekali hati ini waktu itu.. Segala upaya baik belajar mandiri, ikut bimbingan belajar dan try out-tryout belum juga membuahkan hasil.

Aku kemudian berpikirdan introspeksi.. Apa aku yang terlalu memaksakan kehendak, apa aku yang terlalu sombong telah mengatakan bahwa usahaku maksimal.. Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam batin.. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengubah pilihanku di Ujian Mandiri, yaitu menempatkan Kesehatan Masyarakat sebagai pilihan pertama. Alhamdulillah.. akhirnya aku lolos.

Haha... kisah waktu itu, menggelitik hatiku untuk menuliskannya di sini.. Waktu demi waktu berlalu. Kini aku tahu dan paham. Allah memang telah memberikan yang terbaik untukku. Aku mendapatkan suasana belajar yang baik dan menyenangkan, mempunyai teman-teman yang super, bisa bergabung dengan UKM KSR Undip yang memberiku banyak pengalaman.. Masih banyak nikmat-nikmat yang Allah berikan padaku, sebagai efek kuliah di FKM Undip.. Subhanallah... Betapa beryukurnya....mungkin tidak akan aku dapatkan di tempat lain..

Tersadar pula oleh ayat suci..

Qs. Al-Baqarah : 216

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”

Subhanallaah... ;’) Tepat sekali.. Allah Yang Maha Tahu kapasitas hamba-Nya. Mungkin memang bukan dokter-lah profesi yang Allah pilihkan untukku. Ketika telah berusaha dan berdo'a, hanya tawakal-lah yang dapat dilakukan.. Inilah jawaban dari Allah.. Inilah pilihan-Nya.. Pilihan terbaik dari-Nya.

Sampai kini tidak pernah kusesali pilihan untuk belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat, yang telah mengukir sejarah kehidupan ini..

So,
Look at you! Betapa beruntungnya dirimu, kawan.. betapa bersyukurnya. Apakah mampu menghitung nikmat yang telah Tuhan berikan untukmu... ;)


 “Jika air laut dijadikan tinta dan seluruh pepohonan yang ada di bumi ini dijadikan pena maka semuanya tidak akan cukup untuk menuliskan nikmat Allah yang serba sempurna”, ujar para ulama..

Hati

Taukah kamu?

Hati manusia banyak sekali yang mudah rapuh. Mudah berkeluh kesah; mudah tumpah ruah dalam kesal dan amarah; mudah tergerus emosi sesaat yang berakibat buruk selamanya.

Kenapa?

Karena hati yang seperti itu laksana tanah yang tidak ditanami pepohonan. Air hujan yang datang kepadanya ia tidak mampu ia serap dengan sempurna. Lihat saja, air dengan mudahnya mengalir begitu saja. Airnya kotor dan tanah-tanahnya pun ikut terbawa arus.

Begitulah dijelaskan. Seperti tanah yang tidak berpepohonan. Ketika ada sesuatu yang datang mengganggu, asal dia bisa terbebas, ia tumpahkan semuanya. Marah, kesal, dengan cara-cara yang menambah buruk suasana, dan tentu saja menyakiti hati orang lain. Sesuatu yang tidak baik, tidak ia serap dahulu, tidak mencoba mengambil hikmahnya, hanya marah dan marah.

Namun tidak sedikit pula hati manusia yang tahan banting. Ia hati yang kuat rupanya. Ketika ada sesuatu yang mengusiknya, tidak dengan mudah ia hempaskan begitu saja.

Laksana tanah yang ditanami pepohonan. Air hujan yang datang padanya mampu diserap oleh akar-akar pepohonan. Air keluar dengan perlahan,  jernih dan tanahnya kuat tanpa terbawa arus.

Begitulah hati manusia yang kuat. Ketika datang padanya sesuatu yang menyesakkan dada, tidak mudah ia keluarkan dengan cara yang menyesakkan dada orang lain juga. Ia serap dengan baik, ia ambil hikmah dari semua peristiwa, dan ia tidak mudah menyalahkan orang lain melainkan introspeksi diri lagi dan lagi.

Lalu tahukah kamu?
Apabila hati diibaratkan sebagai tanah,  apakah sesuatu yang diibaratkan sebagai pepohonan untuk menjaga tanah?

Kedewasaan.. ;)



Diberdayakan oleh Blogger.

Tes Paragraf

Judul widget rightbar

Yang mampir..