Jangan Cemburu, Aku pun Rindu Padamu
Aku masih saja terpesona dengan wajahmu yang merona tatkala aku tiba
kemarin. Tercetak jelas rasa kangen pada garis tipis yang beranak-pinak
di wajahmu. Laksana sungai, sedangkan bibirmu adalah pantai. Tempat
engkau memasang rembulan jingga di cakrawalanya. Disana pula tempat aku
menepikan luka hingga kau syairkan munajatmu pada Tuhan Yang Maha
Romantis, agar aku memiliki sedikit sikap manis padamu. Tempat
berlabuhnya segala tembang tentang wejangan hidup, agar aku menundukkan
kepala sedikit, mengusir ego dan meneladani siapa siapa yang kau anut.
Pernah kau bertanya padaku, “Apa kau punya kekasih di perantauanmu, hingga kau sangat betah tinggal disana?”
Aku tertawa terbahak-bahak. Kita tidak pernah berdiskusi soal begini sebelumnya. Aku paham. Kau sedang cemburu, bukan?
Ketertundaanku pulang bukan karena itu, sayang. Lantas aku terpaksa memutar jarum arlojiku 2 X 24 jam ke depan? Bukan…
Maafkan
aku.. terlalu lama aku meninggalkanmu. Mungkin kau lelah juga, ya.
Do’amu untuk segera melihatku dijawab Tuhan dengan lama. Kalau jarakku
dan jarakmu hanya seperti rumah dan Wartel Sidojoyo, aku akan pulang
setiap hari. Pun kalau jarak kita katakanlah seperti rumah dan Tuk
Bimolukar di Dataran Tinggi Dieng sana, aku pastikan, kau tidak akan
lama menantiku kembali.
Tapi untuk pulang, atau kembali ke
tempatku merantau, aku perlu waktu hampir seperempat hari. Kau pikir
aku malas? Tidak. Aku menikmati saat-saat berharga itu. Menenteng tas
punggung, duduk di dekat jendela, mendengar suara seniman jalanan,
membeli tahu asin dua ribuan… Ah berkesan sekali ternyata. Apalagi
sambil bermesra dengan bayangmu..
18.36 | Label: Cemburu, Ibu, Rindu | 1 Comments
Yang Fana Adalah Waktu
Senyum semanis gulali
yang kau tawarkan padaku apakah akan terus kukecap sampai nanti. Candamu yang
berisik serupa tawon berkerubut apakah akan terus aku dengar sampai nanti.
Ada saat ketika waktu
tidak lagi memberi kesempatan pada masing-masing kita untuk sekedar menanyakan
apa kabar.
Jangan dulu Tuhan. Adakah
Kau merasakan itu terlalu cepat untukku. Bisakah sejenak Kau tangguhkan, dan
mungkin... emm... hentikan waktu untukku.
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
Memungut detik demi detik, merangkainya
menjadi bunga
Sampai pada suatu hari
Kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
Tanyamu.
Kita abadi.
-Sapardi Djoko Damono-
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982
18.10 | Label: Sapardi Djoko Damono, Waktu | 0 Comments
Pilihan Terbaik
Pernahkah kau merasa hatimu gundah karena apa yang kau inginkan tidak juga
tercapai?
Atau pernahkah kau merasa Tuhan memberikanmu hal lain, bukan seperti apa
yang kau pinta?
Aku juga pernah merasakannya..
Dulu, dua tahun lalu. Cita-citaku
selepas bangku SMA waktu itu adalah menjadi seorang dokter gigi. Ahaaii...
bukan perkara mudah bagiku.. Pertama, gagal di SNMPTN Undangan, kedua ditolak
di SNMPTN Tulis.. Ah.. rasanya sesak sekali hati ini waktu itu.. Segala upaya
baik belajar mandiri, ikut bimbingan belajar dan try out-tryout belum juga
membuahkan hasil.
Aku kemudian berpikirdan introspeksi.. Apa aku yang terlalu memaksakan
kehendak, apa aku yang terlalu sombong telah mengatakan bahwa usahaku
maksimal.. Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam batin.. Hingga akhirnya aku
memutuskan untuk mengubah pilihanku di Ujian Mandiri, yaitu menempatkan
Kesehatan Masyarakat sebagai pilihan pertama. Alhamdulillah.. akhirnya aku
lolos.
Haha... kisah waktu itu, menggelitik hatiku untuk menuliskannya di sini..
Waktu demi waktu berlalu. Kini aku tahu dan paham. Allah memang telah
memberikan yang terbaik untukku. Aku mendapatkan suasana belajar yang baik dan
menyenangkan, mempunyai teman-teman yang super, bisa bergabung dengan UKM KSR
Undip yang memberiku banyak pengalaman.. Masih banyak nikmat-nikmat yang Allah
berikan padaku, sebagai efek kuliah di FKM Undip.. Subhanallah... Betapa
beryukurnya....mungkin tidak akan aku dapatkan di tempat lain..
Tersadar pula oleh ayat suci..
Qs. Al-Baqarah : 216
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan
boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu,
Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”
Subhanallaah... ;’)
Tepat sekali.. Allah Yang Maha Tahu kapasitas hamba-Nya. Mungkin memang bukan
dokter-lah profesi yang Allah pilihkan untukku. Ketika telah berusaha dan berdo'a, hanya tawakal-lah yang dapat dilakukan.. Inilah jawaban dari Allah.. Inilah pilihan-Nya.. Pilihan terbaik dari-Nya.
Sampai kini tidak
pernah kusesali pilihan untuk belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat, yang telah mengukir
sejarah kehidupan ini..
So,
Look at you! Betapa
beruntungnya dirimu, kawan.. betapa bersyukurnya. Apakah mampu menghitung
nikmat yang telah Tuhan berikan untukmu... ;)
“Jika air laut dijadikan
tinta dan seluruh pepohonan yang ada di bumi ini dijadikan pena maka semuanya
tidak akan cukup untuk menuliskan nikmat Allah yang serba sempurna”, ujar para
ulama..
22.08 | Label: Pilihan, Terbaik | 0 Comments
Hati
Taukah kamu?
Hati manusia banyak
sekali yang mudah rapuh. Mudah berkeluh kesah; mudah tumpah ruah dalam kesal
dan amarah; mudah tergerus emosi sesaat yang berakibat buruk selamanya.
Kenapa?
Karena hati yang seperti
itu laksana tanah yang tidak ditanami pepohonan. Air hujan yang datang
kepadanya ia tidak mampu ia serap dengan sempurna. Lihat saja, air dengan
mudahnya mengalir begitu saja. Airnya kotor dan tanah-tanahnya pun ikut terbawa
arus.
Begitulah dijelaskan. Seperti tanah yang tidak berpepohonan. Ketika ada sesuatu yang datang mengganggu, asal dia bisa terbebas, ia tumpahkan semuanya. Marah, kesal, dengan cara-cara yang menambah buruk suasana, dan tentu saja menyakiti hati orang lain. Sesuatu yang tidak baik, tidak ia serap dahulu, tidak mencoba mengambil hikmahnya, hanya marah dan marah.
Namun tidak sedikit pula
hati manusia yang tahan banting. Ia hati yang kuat rupanya. Ketika ada sesuatu
yang mengusiknya, tidak dengan mudah ia hempaskan begitu saja.
Laksana tanah yang
ditanami pepohonan. Air hujan yang datang padanya mampu diserap oleh akar-akar
pepohonan. Air keluar dengan perlahan, jernih dan tanahnya kuat tanpa terbawa arus.
Begitulah hati manusia
yang kuat. Ketika datang padanya sesuatu yang menyesakkan dada, tidak mudah ia
keluarkan dengan cara yang menyesakkan dada orang lain juga. Ia serap dengan
baik, ia ambil hikmah dari semua peristiwa, dan ia tidak mudah menyalahkan
orang lain melainkan introspeksi diri lagi dan lagi.
Lalu tahukah kamu?
Apabila hati diibaratkan
sebagai tanah, apakah sesuatu yang
diibaratkan sebagai pepohonan untuk menjaga tanah?
Kedewasaan.. ;)
06.52 | Label: Dewasa, Hati, Rapuh | 0 Comments
Langganan:
Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.



